Senin, 24 Januari 2011 Baca: Efesus 3:14-21
Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah. —Efesus 3:19
Menurut filsuf kuno Aristoteles, “Alam membenci kekosongan.” Aristoteles membuat kesimpulannya berdasarkan pengamatan bahwa alam mengharuskan setiap ruang yang ada diisi dengan sesuatu, meskipun sesuatu itu merupakan udara yang tidak berwarna dan tidak berbau sekalipun.
Prinsip yang sama juga berlaku dalam kehidupan rohani kita. Ketika Roh Kudus mulai menyadarkan kita atas dosa, ide untuk memulai sebuah rencana perbaikan diri segera muncul dalam pikiran. Kita berusaha keras untuk mengalahkan kebiasaan buruk kita. Namun, tiap usaha untuk menyingkirkan pikiran, sikap, dan keinginan yang tidak benar berujung pada kegagalan karena menyingkir-kan salah satu dari itu akan menciptakan kekosongan di dalam jiwa kita. Segera setelah kita berhasil mengosongkan diri kita dari suatu dosa, maka dosa-dosa lainnya akan masuk dan mengisi kekosongan yang ada. Akhirnya kita pun menjadi sama buruknya atau bahkan lebih buruk dari sebelumnya.
Berpikir tentang kekosongan ini menolong kita untuk memahami pentingnya apa yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Efesus, ketika ia berdoa agar kiranya Kristus akan tinggal di dalam hati mereka melalui iman dan bahwa mereka akan “dapat mengenal kasih itu . . . supaya [mereka] dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (3:19).
Satu-satunya solusi permanen untuk masalah dosa dalam hidup kita adalah menggantikannya dengan kasih Yesus, yang akan mengisi kekosongan itu. Semakin kita dipenuhi dengan kasih-Nya, semakin sedikit ruang yang ada untuk sesuatu hal yang jahat. —JAL
Aku berdoa, supaya kamu dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah. —Efesus 3:19
Menurut filsuf kuno Aristoteles, “Alam membenci kekosongan.” Aristoteles membuat kesimpulannya berdasarkan pengamatan bahwa alam mengharuskan setiap ruang yang ada diisi dengan sesuatu, meskipun sesuatu itu merupakan udara yang tidak berwarna dan tidak berbau sekalipun.
Prinsip yang sama juga berlaku dalam kehidupan rohani kita. Ketika Roh Kudus mulai menyadarkan kita atas dosa, ide untuk memulai sebuah rencana perbaikan diri segera muncul dalam pikiran. Kita berusaha keras untuk mengalahkan kebiasaan buruk kita. Namun, tiap usaha untuk menyingkirkan pikiran, sikap, dan keinginan yang tidak benar berujung pada kegagalan karena menyingkir-kan salah satu dari itu akan menciptakan kekosongan di dalam jiwa kita. Segera setelah kita berhasil mengosongkan diri kita dari suatu dosa, maka dosa-dosa lainnya akan masuk dan mengisi kekosongan yang ada. Akhirnya kita pun menjadi sama buruknya atau bahkan lebih buruk dari sebelumnya.
Berpikir tentang kekosongan ini menolong kita untuk memahami pentingnya apa yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Efesus, ketika ia berdoa agar kiranya Kristus akan tinggal di dalam hati mereka melalui iman dan bahwa mereka akan “dapat mengenal kasih itu . . . supaya [mereka] dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (3:19).
Satu-satunya solusi permanen untuk masalah dosa dalam hidup kita adalah menggantikannya dengan kasih Yesus, yang akan mengisi kekosongan itu. Semakin kita dipenuhi dengan kasih-Nya, semakin sedikit ruang yang ada untuk sesuatu hal yang jahat. —JAL
Bapa, terima kasih untuk Roh-Mu
Penuhi kami dengan kasih dan kuasa-Mu;
Ubah kami ‘tuk menjadi serupa dengan Kristus,
Hari demi hari dan jam demi jam. —NN.
Penuhi kami dengan kasih dan kuasa-Mu;
Ubah kami ‘tuk menjadi serupa dengan Kristus,
Hari demi hari dan jam demi jam. —NN.
Kita tak dapat membereskan hidup sebelum Yesus datang;
Dia akan melakukannya setelah Dia masuk ke dalamnya.
Dia akan melakukannya setelah Dia masuk ke dalamnya.
0 komentar:
Posting Komentar